Senja Aku Kembali

Ketika piringan matahari secara keseluruhan telah hilang dari cakrawala, maka di situlah senja datang.
“Hai senja, aku kembali. Bolehkah aku mengadu kepadamu tentang hari ini?” dialogku kepada senja.
Mungkin orang-orang yang sedang berlalu lalang sudah menganggap ku gila karena berbicara sendiri seolah-olah ada seseorang yang mengajakku berbicara.
Nyatanya aku tidak gila, aku hanya mengadu kepada senja tentang hari ini. Hari ini adalah hari dimana aku selesai ujian, perasaanku lega juga gelisah. Lega karena ujian sudah selesai dan gelisah akan keputusan akhir aku lulus atau tidak.

Saking asiknya bercerita, tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul
17. 00 petang.

Lagi dan lagi aku terlambat pulang ke rumah.

“Terima kasih Senja sudah menemani dan mendengarkan ceritaku hari ini, semoga esok aku dapat bertemu denganmu lagi,“ ucapku sebelum melangkah pergi menuju rumah.

“Kenapa pulang terlambat lagi? Sudah Ibu bilang sehabis pulang sekolah jangan main kemana-mana!“ tegur sang Ibu.
“ Maaf Bu saya pulang terlambat, saya akan pulang lebih awal besok.”
Tapi aku tidak bisa berjanji, karena pada akhirnya aku kembali menemui senja lagi.
Setelah mendapat teguran dari sang Ibu, Kania bergegas masuk kamar lalu menuju meja belajar dan menulis unek-unek nya di buku catatan.
Inilah yang membuat ia malas untuk pulang ke rumah, perasaan hampa selalu menyelimutinya.
Hampa? Bukankah ia memilik seorang Ibu di rumah?
Ibunya seorang wanita karier yang pastinya sibuk ke sana kemari mengurus pekerjaan ini itu. Beliau jarang sekali menyempatkan waktu untuk Kania. Sedangkan Ayahnya sudah meninggal dunia 2 tahun yang lalu. Terlebih Kania merupakan anak tunggal.

Itulah salah satu alasan ia sering membagi cerita dengan senja dari pada Ibunya.
Kania kesepian. Ia butuh teman.

–·//·–
Next day . . .

“Hai senja, aku kembali lagi.“ entah berapa kali aku mengucapkan kata itu setiap menemui senja.
Sekali lagi aku berbohong ingin kembali ke rumah lebih awal. Bukan sekali lagi tapi ke sekian kali.

Kali ini aku datang tidak bertujuan ingin mengadu, aku hanya ingin menikmati indahnya sinar oranye yang memancar menyinari indahnya kota.
Perlahan demi perlahan sinar oranye itu memudar menjadi cahaya semu.
Senjaku pergi untuk menghilang.
Waktu berganti langit pun semakin gelap. Ketika Bulan telah menampakkan diri, maka di situlah senja pergi dan entah kapan kembali.

By : Carissa Athalia Putri

Kelas : IX A